skip to main |
skip to sidebar
SEBELUM
datangnya Islam, masyarakat Arab sudah akrab dengan minuman beralkohol
atau disebut juga minuman keras (khamar dalam bahasa arab). Bahkan
menurut Dr. Yusuf Qaradhawi dalam kosakata Arab ada lebih dari 100 kata
berbeda untuk menjelaskan minuman beralkohol. Di samping itu, hampir
semua syair/puisi Arab sebelum datangnya Islam tidak lepas dari pemujaan
terhadap minuman beralkohol. Ini menyiratkan betapa akrabnya masyarakat
tersebut dengan kebiasaan mabuk minuman beralkohol.
Apakah menurut pandangan Islam alkhohol dan khamar itu sama?
Dalam banyak kasus, keduanya identik. Namun sesungguhnya yang dimaksud
dengan khamar di dalam Islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol. Yang
disebut khamar adalah segala sesuatu minuman dan makanan yang bisa
menyebabkan mabuk.
Perlu diingat bahwa alkohol hanyalah salah satu
bentuk zat kimia. Zat ini juga digunakan untuk berbagai keperluan lain
seperti dalam desinfektans, pembersih, pelarut, bahan bakar dan sebagai
campuran produk-produk kimia lainnya. Untuk contoh-contoh pemakaian
tersebut, maka alkohol tidak bisa dianggap sebagai khamar, oleh
karenanya pemakaiannya tidak dilarang dalam Islam.
Sebaliknya, jenis
obat-obatan seperti psikotropika dan narkotika, walaupun mereka tidak
mengandung alkohol, dalam pandangan Islam mereka dikategorikan sebagai
khamar yang hukumnya haram/terlarang.
Ada orang yang mengaku tidak
mabuk walaupun minum minuman keras dalam jumlah yang banyak. Untuk orang
seperti itu apakah dihalalkan (diperbolehkan) untuknya minum minuman
keras?
Aturan larangan (pengharaman) minuman keras (khamar) berlaku
untuk seluruh umat Islam serta tidak ada perkecualian untuk individu
tertentu. Yang dilarang dalam Islam adalah tindakan meminum khamar itu
sendiri, terlepas apakah si peminum tersebut mabuk atau tidak.
Hal
ini cukup jelas dinyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 90: “Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”
Untuk menjelaskan larangan ini ada sebuah
analogi sederhana: Larangan mengemudi dalam keadaan mabuk diukur
berdasarkan jumlah kandungan alkohol di dalam darah, bukan kondisi
mabuk-tidaknya seseorang. Artinya, jika di dalam darah seseorang
terkandung alkohol dalam jumlah yang melebihi batas maka dia dinyatakan
melanggar aturan, terlepas apakah ia mabuk atau tidak.
Mengapa
minuman beralkohol dilarang dalam Islam, padahal sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa minuman tersebut memberikan manfaat?
Islam bukan
tidak mengetahui sisi manfaat khamar, namun dalam pandangan Islam dampak
kerusakan khamr dalam kehidupan manusia jauh lebih besar dari manfaat
yang bisa diperoleh. Hal ini dinyatakan di dalam Al-Quran surat Al
Baqarah ayat 219 yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar
dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.
Posting Komentar